Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:
interaksi sosial,
komunikasi (bahasa dan bicara),
perilaku-emosi,
pola bermain,
gangguan sensorik dan motorik
perkembangan terlambat atau tidak normal.
Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun.
Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Pervasive Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah (umbrella term) PDD, yaitu:
Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.
Asperger’s Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.
Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-NOS) Merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).
Rett’s Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1 – 4 tahun.
Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.
Diagnosa Pervasive Develompmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD – NOS) umumnya digunakan atau dipakai di Amerika Serikat untuk menjelaskan adanya beberapa karakteristik autisme pada seseorang (Howlin, 1998: 79). National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) di Amerika Serikat menyatakan bahwa Autisme dan PDD – NOS adalah gangguan perkembangan yang cenderung memiliki karakteristik serupa dan gejalanya muncul sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan gangguan yang bersifat neurologis yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi, pemahaman bahasa, bermain dan kemampuan berhubungan dengan orang lain. Ketidakmampuan beradaptasi pada perubahan dan adanya respon-respon yang tidak wajar terhadap pengalaman sensoris seringkali juga dihubungkan pada gejala autisme.
Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV
A. Interaksi Sosial (minimal 2):
Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
Kesulitan bermain dengan teman sebaya
Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah
B. Komunikasi Sosial (minimal 1):
Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal
Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip
Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social
C. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):
Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya
Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna
Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda
Seorang anak penderita autisme, dengan jajaran mainan yang ia buat Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism. Dua dikotomi dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada implikasi pendidikan maupun model-model treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya melalui media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di bidang autisme untuk semakin mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat fakta dari hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan autisme memiliki intelegensi yang rendah dan tidak berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi, apapun diagnosa maupun label yang diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan mereka.
Referensi baku yang digunakan secara universal dalam mengenali jenis-jenis gangguan perkembangan pada anak adalah ICD (International Classification of Diseases) Revisi ke-10 tahun 1993 dan DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994 yang keduanya sama isinya. Secara khusus dalam kategori Gangguan Perkembangan Perpasiv (Pervasive Developmental Disorder/PDD): Autisme ditunjukkan bila ditemukan 6 atau lebih dari 12 gejala yang mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu: Interaksi Sosial – Komunikasi – Perilaku.
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.
Diagnosa yang akurat dari Autisme maupun gangguan perkembangan lain yang berhubungan membutuhkan observasi yang menyeluruh terhadap: perilaku anak, kemampuan komunikasi dan kemampuan perkembangan lainnya. Akan sangat sulit mendiagnosa karena adanya berbagai macam gangguan yang terlihat. Observasi dan wawancara dengan orang tua juga sangat penting dalam mendiagnosa. Evaluasi tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan adanya standardisasi dalam mendiagnosa. Tim dapat terdiri dari neurolog, psikolog, pediatrik, paedagog, patologis ucapan/kebahasaan, okupasi terapi, pekerja sosial dan lain sebaginya.
Gejala
Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.
Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.
Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu
Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.
Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :
Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan
Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu
Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.
Individu dengan autisme
Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 80 – an, bayi-bayi yang lahir di California – AS, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya mencengangkan; seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis. National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari autisme beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah: 60/10.000 – best current estimate dan terdapat 425.000 penyandang ASD yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di Inggris, data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum telah diketahui terjadi empat kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan. Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini para ahli terus mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya sehingga mereka pun dapat menemukan ‘obat’ yang tepat untuk mengatasi fenomena ini. Bidang-bidang yang menjadi fokus utama dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara neurologis dan ketidakseimbangan dalam otak yang bersifat biokimia. Dr. Ron Leaf saat melakukan seminar di Singapura pada tanggal 26 – 27 Maret 2004, menyebutkan beberapa faktor penyebab autisme, yaitu:
Genetic susceptibility – different genes may be responsible in different families
Chromosome 7 – speech / language chromosome
Variety of problems in pregnancy at birth or even after birth
Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya dapat menyetujui atau bahkan sependapat dengan penyebab-penyebab di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak menginginkan anak ketika hamil.
Bagaimana di Indonesia? Belum ditemukan data yang akurat mengenai keadaan yang sesungguhnya di Indonesia, namun dalam suatu wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang Psikiater Anak dan Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia menyebutkan adanya peningkatan yang luar biasa. “Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak” (Kompas: 2000). Tahun 2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat. Hal ini sungguh patut diwaspadai karena jika penduduk di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 160 juta, kira-kira berapa orang yang terdata sungguh-sungguh menyandang austime beserta spektrumnya?
0 Comments Received
Posting Komentar